Faktamakassar.id, NASIONAL – Perbincangan mengenai fasilitas yang diterima anggota DPR RI kembali mencuat. Salah satu yang menjadi sorotan adalah adanya tunjangan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 senilai Rp2.699.813 yang masuk dalam daftar penerimaan mereka.
Fasilitas ini melengkapi berbagai ‘kenikmatan’ lain yang diterima para wakil rakyat, di luar gaji pokok Rp4,2 juta. Sebut saja tunjangan untuk rumah jabatan sebesar Rp50 juta, tunjangan kehormatan Rp5,5 juta, hingga tunjangan komunikasi intensif senilai Rp15,5 juta.
Dengan adanya tunjangan PPh Pasal 21, muncul pertanyaan besar di tengah masyarakat: apakah ini berarti gaji anggota DPR bebas pajak?
Menanggapi hal ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dengan tegas membantahnya. Melalui unggahan bersama di media sosial, DJP menyatakan bahwa tidak ada pengecualian pemungutan pajak bagi pejabat negara, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
“Faktanya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pejabat negara tetap memiliki kewajiban untuk membayar pajak sebagaimana mestinya,” tulis pernyataan resmi dalam unggahan bersama di akun Instagram @cekfakta.ri dengan @ditjenpajakri, Kamis (21/8).
DJP juga memperkuat argumennya dengan mengutip Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2010, yang bahkan memberikan sanksi tarif PPh 21 lebih tinggi bagi pejabat negara yang tidak memiliki NPWP.
“Dalam hal pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota POLRI, dan pensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang dibebankan pada APBN atau APBD dikenai tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20 persen daripada tarif yang diterapkan terhadap… yang memiliki NPWP,” bunyi Pasal 3 ayat (1) PP tersebut.
Aturan Kunci yang Menjelaskan Semuanya
Meski DJP telah memberikan bantahan, ada satu peraturan lain yang memberikan gambaran lebih jelas mengenai mekanisme pajak para pejabat, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 262/PMK.03/2010. Aturan yang masih berlaku hingga hari ini tersebut secara spesifik mengatur pemotongan PPh 21 bagi pejabat negara.
Pasal 2 ayat (1) dalam beleid tersebut menyatakan secara gamblang bahwa PPh 21 yang terutang dari penghasilan tetap pejabat negara ditanggung oleh pemerintah.
“PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintah atas beban APBN atau APBD,” tegas Pasal 2 ayat (1) PMK tersebut, dikutip Senin (25/8).
Artinya, meskipun secara teknis gaji anggota DPR bebas pajak itu tidak benar karena pajaknya tetap dibayarkan, namun pembayaran pajak tersebut dilakukan oleh negara melalui APBN. Dengan skema ini, para anggota dewan dapat menerima gaji dan tunjangan secara utuh tanpa ada potongan untuk PPh Pasal 21.
PMK tersebut juga merinci bahwa penghasilan yang pajaknya ditanggung pemerintah mencakup gaji, tunjangan lain yang tetap, hingga gaji dan tunjangan ke-13.
Walaupun pajaknya ditanggung pemerintah, anggota DPR RI tetap akan menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 14 PMK yang sama.
“Bendahara pemerintah… memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah kepada pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota POLRI, dan pensiunannya paling lama 1 bulan setelah tahun kalender berakhir,” jelas Pasal 14 beleid tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anggota DPR tetap dikenai pajak, namun beban pembayaran pajaknya dialihkan kepada APBN, sehingga penghasilan mereka tetap utuh.















