Kalbar  

Pembatalan Pemenang Tender Jembatan Ketapang Dilaporkan ke Kejati, SDR: Modus Klasik Korupsi

Ilustrasi PT Karya Inti Bumi Konstruksi (KIBK) ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat terkait dugaan rekayasa tender Jembatan Pawan VI ketapang. (Dok. Ilustrasi/Faktakalbar.id)

Faktamakassar.id, NASIONAL – Studi Demokrasi Rakyat (SDR) menyoroti laporan PT Karya Inti Bumi Konstruksi (KIBK) ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat terkait dugaan rekayasa tender.

Direktur Eksekutif SDR, Hari Purwanto, menilai pembatalan sepihak pemenang tender proyek jembatan di Ketapang merupakan modus klasik korupsi pengadaan, Senin (03/11/25).

Protes hukum ini berawal setelah somasi PT KIBK terkait proyek pembangunan Jembatan Periangan dan Jembatan Pawan VI diabaikan.

Perusahaan itu resmi melaporkan dugaan rekayasa dan penyimpangan serius dalam proses evaluasi oleh panitia pengadaan.

Menurut Hari Purwanto, dari dokumen yang beredar, terdapat indikasi kuat pelanggaran prinsip transparansi, akuntabilitas, dan persaingan sehat.

“Kalau ada panitia yang secara sengaja mengatur hasil evaluasi agar menguntungkan peserta tertentu, itu bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi bisa masuk kategori korupsi,” ujarnya, Senin (3/11) dalam keterangan tertulis.

Dia menilai, panitia tender terindikasi mempraktikkan modus klasik korupsi pengadaan barang melalui persekongkolan vertikal, yakni hubungan tersembunyi antara panitia dan peserta tender.

“Ini yang saya sebut sebagai “tender yang dapat dipesan”: proyek publik yang sudah memiliki pemenang sebelum persaingan dimulai,” ujar Hari.

Dalam kasus ini, PT KIBK disebut telah memenangi seluruh tahapan.

Namun, panitia tiba-tiba melakukan sabotase dengan membatalkan pemenang secara sepihak.

“Panitia lelang tidak memiliki hak dan kewenangan untuk melakukan sabotase ataupun embargo terhadap pemenang tender. Apalagi terhadap prosedur yang telah dilalui secara layak dan sesuai SOP,” ujar Hari.

Ia memaparkan, keanehan terjadi saat Pengguna Anggaran (PA) mengambil keputusan evaluasi ulang setelah 13 hari kerja tidak tercapainya kesepakatan antara KPA dan Pokja.

Padahal, KPA melalui suratnya pada 22 September 2025 telah meminta tambahan waktu untuk menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ), namun tidak direalisasi.

Hari menambahkan, tindakan panitia lelang sebagai pejabat publik dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait penyalahgunaan kewenangan.

“Unsur-unsurnya cukup jelas… Kalau kewenangan itu digunakan untuk berpihak atau menyeleweng dari prosedur, maka unsur abuse of power terpenuhi,” ujar Hari.

SDR mendorong Kejati Kalbar melakukan penyelidikan mendalam untuk menelusuri dugaan kolusi dan aliran komunikasi antara panitia dan pemenang tender.

“Kalau Kejati serius, kasus ini bisa jadi pintu masuk untuk membersihkan praktik rente di birokrasi pengadaan,” katanya menegaskan.

(ra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *