Faktamakassar.id, NASIONAL – Ratusan petani penggarap yang tergabung dalam Himpunan Petani Peternak Milenial Indonesia (HPPMI) Kabupaten Bogor menggelar aksi demonstrasi di lahan sengketa milik PT. Halizano Wistara Persada di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, pada Senin (22/9/2025).
Mereka menuntut keadilan setelah perusahaan yang telah menelantarkan lahan selama bertahun-tahun tiba-tiba memasang plang dan menjual tanah tersebut.
Aksi protes ini dipicu oleh tindakan sepihak perusahaan yang mengeluarkan Surat Pelepasan Hak (SPH) kepada pihak lain. Padahal, para petani telah menggantungkan hidup mereka dari lahan tersebut selama puluhan tahun. Dengan menggunakan kendaraan roda empat dan dua, para petani melakukan orasi di lokasi lahan yang dipasangi plang. Sambil membawa spanduk, mereka menyuarakan tuntutan agar bisa terus menggarap lahan yang menjadi sumber penghidupan mereka.
Ketua HPPMI Kabupaten Bogor, Yusup Bahtiar, menjelaskan bahwa legalitas perusahaan atas lahan tersebut sudah tidak berlaku. Akar konflik lahan petani ini bermula dari Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) perusahaan yang telah habis masa berlakunya.
“Perusahaan memang memiliki HGB nomor 3 yang keluarkan BPN kabupaten Bogor, tanggal 20 Juni tahun 1994. Dan telah berakhir haknya pada tanggal 7 Juni 2014 dari luas 155.935 meter yang terletak di Provinsi Jawa Barat, kabupaten Bogor, kecamatan Cijeruk Desa Cipelang,” ujar Yusup.
Yusup menegaskan bahwa selama HGB berlaku pun, perusahaan tidak pernah melakukan kegiatan apa pun di lahan tersebut, sehingga lahan dikuasai dan digarap oleh warga sekitar. Kemunculan plang dan penerbitan SPH secara tiba-tiba dinilai sebagai ancaman serius bagi para petani.
“Wajar saja kami bersama petani menuntut, karena selama ini mereka telantarkan, tiba-tiba memasang plang. Makanya kami minta pemerintah berlaku adil untuk petani anggota HPPMI,” ungkapnya. “Dengan dikeluarkannya SPH oleh pihak perusahaan sudah pasti akan mengancam para petani, dan akan terusir dari lahan yang selama ini mereka garap. Apalagi mereka tidak diberikan kerohiman.”
Aksi protes ini, menurut Yusup, akan terus berlanjut hingga ke tingkat DPR RI untuk memperjuangkan hak para petani.
Pemerintah Daerah Dinilai Lamban
Di sisi lain, tokoh masyarakat Kecamatan Cijeruk, Indra Surkana, menyoroti lambatnya respons pemerintah daerah dalam menyikapi konflik lahan petani ini. Menurutnya, gelombang protes ini adalah puncak dari kekecewaan warga karena merasa tidak diakomodir.
“Ini akibat dari Bupati jajarannya ke bawah, dan para wakil rakyat tidak responsif. Masalah ini kan sudah lama, sekarang memuncak wajar mereka mengeluarkan unek-unek karena tidak diakomodir,” katanya.
Indra berharap Bupati Bogor dan DPRD segera mengambil langkah konkret untuk melindungi para petani yang terancam terusir. Ia menekankan bahwa sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk hadir di tengah masyarakat.
“Ini bupati harus segera ambil langkah jangan diam saja, komisi I DPRD juga sudah kewajiban melindungi para petani jangan hanya berpangku tangan,” pungkasnya.















